Sulteng.Wahannews.co, Kota Palu - Anggaran Pokok-pokok Pikiran (pokir) DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Tahun Anggaran (TA) 2023 sekira Rp235 miliar. Ini adalah 10 persen dari Rp4,950 triliun APBD Sulteng. Ada 45 anggota DPRD Sulteng dari tujuh daerah pemilihan (dapil).
Literasi, pokir DPRD ini merupakan daftar permasalahan dari aspirasi yang diserap semua anggota legislatif melalui reses ke masyarakat di daerah pemilihan (dapil) masing-masing. Berlanjut, disinkronkan dengan prioritas pembangunan dalam musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) yang dijabarkan menjadi dokumem berupa saran dan pendapat yang didasarkan pada hasil penyerapan aspirasi melalui reses.
Baca Juga:
Sekretariat Daerah Sulawesi Tengah Sosialisasikan Mekanisme Penyusunan Pokir kepada DPRD 2024-2029
Kemudian, dilanjutkan dengar pendapat dengan mitra kerja, yakni organisasi perangkat daerah (OPD) yang disinkronkan dengan prioritas pembangunan dari musyawarah rencana pembangunan (musrenbang). Dilanjutkan, dijabarkan lebih lanjut menjadi dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
KUA dan PPAS adalah dokumen penting dalam penyusunan APBD. KUA menjadi panduan mengenai visi, misi, program, dan kegiatan prioritas pemerintah daerah. Sedangkan PPAS, adalah merinci alokasi anggaran dan sumber pendanaan untuk setiap program dan kegiatan. Kedua dokumen ini berperan dalam memastikan APBD yang berkualitas, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat serta pembangunan daerah secara keseluruhan.
Sengkarut Pokir DPRD Sulteng
Baca Juga:
KPK Ungkap Korupsi Pokir DPRD Sulteng dan Sulbar
Literasi dari sejumlah narasumber kompeten yang dikonfirmasi WahanaNews.co, pokir DPRD Sulteng TA 2023 dititip di 28 OPD Provinsi Sulawesi tengah (Sulteng). Namun disinyalir, adakala pelaksanaanya sinyalemen kepentingan ekonomi atau politis, sehingga berpotensi tak sesuai asas akuntabilitas ketentuan regulasi seperti pertama, pemecahan proyek dalam anggaran yang kecil-kecil supaya menjadi penunjukan langsung (PL) yang diduga untuk menghindari ketentuan lelang.
Kedua, monopoli penunjukan kontraktor pelaksana yang ditunjuk oleh anggota legislatif (aleg) DPRD. Ketiga, dana pokir digunakan untuk membiayai proyek pembangunan prasarana lintas dapil. Dan, keempat, dana pokir digunakan untuk membiayai perjalanan dinas aparatur sipil negara (ASN).
Nuansa tarik-menarik kepentingan ini, dapat terjadi antara lembaga pemerintahan ini–DPRD vis a vis OPD–terpicu pada saat pembahasan dan penetapan APBD.