Sulteng.WahanaNews.co, Jakarta – Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingatkan potensi korupsi dalam penganggaran Pokok Pikiran (pokir) anggota legislatif.
Hal ini ditekankan oleh Person in Charge (PIC) Korsup KPK Sulteng Iwan Lesmana di hadapan Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Barat periode baru 2024 - 2029, yang selenggarakan Kemendagri di Hotel Aryaduta, Jalan Prajurit KKO Usman Harun No.44 - 48, Jakarta, Kamis (10/10/2024).
Baca Juga:
KNPI Kota Bekasi Dinilai Bakal Lebih Mapan Dibawah Pimpinan Adelia
Lesmana menyebut, bahwa Anggota legislatif (aleg) salah jika ikut campuri, apalagi menunjuk penyedia jasa konstruksi untuk mengelola proyek pokir miliknya, karena menjadi kewenangan penyedia jasa organisasi perangkat daerah (OPD).
"Kewenangan DPRD hanya mengusulkan, menetapkan anggaran,bdan mengawasi pelaksanaannya. Hal inj menjadi perhatian KPK, sebab berpotensi terjadi konflik kepentingan yang berujung korupsi, gratifikasi, dan suap," ujar Iwan kepada Sulteng.WahanaNews.co.
Lanjut Lesmana, Korsup KPK berikan perhatian khusus pada pengelolaan Pokir DPRD, karena rawan terjadi penyalahgunaan kewenangan akibat benturan kepentingan DPRD antara OPD terkait, yang berpotensi terjadi korupsi, gratifikasi, maupun suap.
Baca Juga:
Ini Fokus DPRD Kota Depok di Awal Tahun 2025
Lebih lanjut, berbagai macam temuan permasalahan dalam pelaksanaan pokir DPRD yang disinyalir berpotensi terjadi korupsi. mulai dari proyek pokir yang tidak direncanakan dengan baik.
"Sampai hasil kegiatan tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan, karena sebagian anggaran digunakan untuk suap dan gratifikasi. Praktik menyimpang seperti penunjukan penyedia jasa direkomendasikan oleh aleg pemilik pokir. Calon penyedia jasa memiliki hubungan keakraban dengan aleg pemilik pokir, yakni penyedia yang mempunyai koneksi dengan pemilik pokir. Kegiatan yang dilaksanakan berdasarkan usulan penyedia, Bukan kebutuhan masyarakat, pengawasan tidak maksimal karena benturan kepentingan," ungkap Iwan.
Permasalahan lain adalah, pokir tidak sesuai dengan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) dan rencana pembangunan jangka menengah Daerah (RPJMD).