Sulteng.WahanaNews.co, Kota Palu–Sinyalemen monopoli proyek prasarana dari Pokok Pokok Pikiran (pokir) Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Praktiknya, Anggota DPRD yang pemilik pokir ini, menentukan langsung kontraktor yang dijagokannya secara absolut.
Sorotan adalah, seperti yang terjadi pokir proyek prasarana di Dinas Perumahan Permukiman dan Pertanahan (Perkimtan) Sulteng. Keterlibatan anggota DPRD menentukan kontraktor rekanan ini berpotensi terjadinya kolusi atau nepotisme.
Baca Juga:
Sekretariat Daerah Sulawesi Tengah Sosialisasikan Mekanisme Penyusunan Pokir kepada DPRD 2024-2029
Kepala Dinas (Kadis) Perkimtan Sulteng, Abdul Haris Karim, mengatakan, ia telah melaporkan kepada Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). berkaitan sinyalemen proyek pokir yang selama ini dimonopoli oleh kontraktor yang ditunjuk sendiri Anggota DPRD Sulteng.
Lantaran tak mampu menolak nuansa politis ini, maka Karim akui sudah menyerahkan semua dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) proyek pokir tersebut kepada KPK. Termasuk, milik ketua DPRD Sulteng, Nilam Sari Lawira.
Bilang Karim, hal ini sesuai dengan koordinasi program pemberantasan korupsi KPK dengan Pemprov Sulteng yang dilaksanakan di Balai Gubernur Sulteng, tanggal 22 Agustus 2023 yang lalu.
Baca Juga:
KPK Ungkap Korupsi Pokir DPRD Sulteng dan Sulbar
Kadis Perkimtan Sulteng, Abdul Haris Karim melaporkan kepada Direktorat Korsup Wilayah IV KPK untuk mengawasi sinyalemen proyek pokir yang selama ini dimonopoli oleh kontraktor yang ditunjuk sendiri oleh Anggota DPRD Sulteng. Karim, saat ditemui di Kantor Dinas Perkimtan Sulteng, Jalan Prof Dr M Yamin, Kota Palu, Senin (1/4/2024). [Sulteng.WahanaNews.co / Awiluddin M Ali].
“Saya sudah sampaikan kepada KPK bahwa pelaksanaan proyek pokir selama ini di monopoli oleh kontraktornya DPRD–karena KPK menanyakan Perihal itu, maka saya harus jawab dengan jujur, tidak ada yang saya tutupi. Bahkan, dokumen DPA proyek Pokir DPRD Sulteng sudah saya serahkan semua sesuai permintaan KPK,” ujar Abdul Haris kepada Sulteng.WahanaNews.co, Senin (1/4/2024).
Karim pastikan, masih banyak monopoli pengelolaan proyek Pokir DPRD Sulteng. Ia mencontohkan, sekira 20-an paket proyek jalan lingkungan senilai sekira Rp5 miliar, pokirnyi Ketua DPRD Sulteng di Dinas Perkintam disinyalir dimonopoli oleh kontraktor berinisial DD.
Jelasnya, sejak awal perencanaan proyek-proyek pokir ini sudah dipecah dengan nilai anggaran untuk sesuai klasifikasi penunjukan langsung (PL). Lalu kemudian, kontraktor pelaksana infrastruktur ini ditentukan sendiri para oleh Anggota DPRD pemilik pokir.
“Sehingga pelaksanaanya banyak terjadi praktek monopoli. Ada 20-an paket lebih proyek pokir PL Ibu Nilam di sini yang dikerjakan oleh DD. Saya sendiri tidak bisa berbuat apa-apa karena kontraktor pelaksananya sudah ditunjuk oleh DPR. Mereka sudah punya kontraktor masing-masing. Mereka yang menentukan bukan saya," ungkapnya.
Ketua DPRD Sulawesi Tengah Nilam Sari Lawira, periode 2019-2024. Sekarang, dari Pemilu 2024, Politisi Partai Nasdem ini naik level menjadi Anggota DPRRI dari Dapil Sulteng, Selasa (14/5/20240. [WahanaNews.co / infopemilu.kpu.go.id].
Harris masih mengelak bicara lebih detail. Ia tidak menyebutkan perusahaan apa saja yang ia maksud, dengan dalih tak hafal satu per satu perusahan yang bersekutu dengan legislator yang dipakai untuk melaksanakan proyek prasarana ini.
“Silahkan saja cek langsung ke pihak kontraktornya,” kilah Harris.
Dari pernyataan Abdul Harris Karim, Sulteng.WahanaNews.co berupaya klarifikasi kepada Nilam Sari Lawira di Kantor DPRD Sulteng, Jalan Sam Ratulangi, Kota Palu, Kamis (5/4/2024).
Namun, saat itu, Ketua DPRD Sulteng ini sedang tidak masuk kantor.
"Ibu Ketua tidak masuk kantor karena sedang ada kegiatan ke Jakarta. Kalau terkait urusan pokir kami tidak tahu-menahu, karena ada staf khusus yang mengurus pokir Ibu, namanya Andri. Silahkan hubungi ia," tuturnya.
Sekarang, Lawira telah menjadi Anggota DPRRI terpilih pada pemilu 14 Februari 2024 dari Partai Nasdem Daerah Pemilihan Sulteng.
Selanjutnya, Sulteng.WahanaNews.co berupaya menghubungi telepon Andri, namun tidak tersambung, lalu mengirim pesan tulis melalui WhatsApp untuk disampaikan klarifikasi kepada Sari Lawita masalah pelaksanaan pokir, Jumat (6/4/2024). Namun, hingga artikel ini siarkan, belum ada tanggapan.
Sulteng.WahanaNews.co, sebelumnya sudah berupaya klarifikasi kepada DD di kantor, di Jalan Teungku Chik Ditiro, Kota Palu. Namun, saat itu DD juga, menurut staf kantor sedang keluar kota. Dari sini, staf kantor DD, Yusuf, saat ditemui membenarkan pernyataan Kadis Perkimtan Sulteng.
"Iya betul, ada sekitar 20-an paket lebih proyek pokir Ibu Ketua DPRD yang dikerjakan di sini (oleh DD), dan proyek-proyek tersebut semua berada di Kabupaten Donggala dan Kabupaten Sigi," kata Yusuf, Rabu (3/4/2024).
Namun, saat ditanya nama-nama perusahaan yang mengerjakan proyek pokir ini, Yusuf tak bersedia ungkapkan.
“Saya beritahu dulu kepada pimpinan. Nanti saya hubungi kembali setelah pimpinan masuk kantor,” kilahnya.
Namun, hingga naskah ini ditayangkan tidak ada tanggapan dari pihak Nilam Sari Lawira maupun dari DD.
Dari berbagai sumber terpercaya yang dihimpun Sulteng.WahanaNews.co, bahwa DD dan Nilam Sari Lawira adalah dari pengurus partai yang sama, yaitu DD menjabat bendahara dan Lawira sebagai Ketua DPW Partai Nasdem Sulteng.
Pantauan Sulteng WahanaNews.co, di kantor DD ini, tidak ditemukan plang nama perusahaan apa pun di kantor gedung tiga lantai ini, Jumat (10/5/2024).
Tampak kantor milik DD, kontraktor prasana, DD di Jalan Teungku Chik Ditiro, Kota Palu, Sulteng. Disinyalir DD melaksanakan semua proyek pokir milik Ketua DPRD Sulteng, Nilan Sari, sekira 20-an lokasi lebih, dengan nilai sekira Rp5 miliar. Kadis Perkimtan Abdul Haris Karim, telah melaporkan kepada Dit Korsup Wilayah IV KPK pada sinyalemen proyek pokir yang dimonopoli oleh kontraktor yang ditunjuk sendiri oleh masing-masing anggota legislatif Sulteng, Rabu (3/4/2024). (WahanaNews.co / Awiluddin M Ali].
Padahal, plang nama perusahaan di kantor menjadi syarat utama, apalagi perusahaan yang memiliki investasi ratusan, bahkan milyaran rupiah wajib memasang papan nama. Hal Itu sesuai aturan UU Nomor 28 tahun 2009 tentang pajak dan retribusi daerah.
Literasi, pelaksanaan proyek pokir DPRD Sulteng ini, tidak bersesuaian dengan arahan Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Dit Korsup) Wilayah IV Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK telah melakukan koordinasi supervisi pencegahan korupsi di Sulteng terkait penertiban pengelolaan Pokir DPRD. Hal itu bertujuan supaya terselenggara pengelolaan keuangan daerah yang tertib, efisien, ekonomis,efektif, transparan dan bertanggung jawab, Selasa (22/8/2023) yang lalu. Namun, masih ditemukan sinyalemen praktik-praktik monopoli oleh aparatur pemerintahan dengan partikelir tertentu dalam pengelolaan proyek infrastruktur di Sulteng.
Merujuk kepada Surat Edaran Gubernur Sulteng Nomor 700.1/419/Ro.Adpim tentang Himbauan Penertiban Pelaksanaan Pokir DPRD Sulteng, maka poin-poin perlu menjadi perhatian bahwa, menjamin pada proses pengadaan barang dan jasa harus memberikan perlakuan yang sama bagi seluruh calon penyedia tanpa adanya perlakuan khusus bagi salah satu penyedia tertentu serta memastikan semua proses dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan ketentuan yang berlaku.
Literasi, praktik monopoli proyek tertentu ini, disinyalir terjadi karena adanya persekongkolan antara Anggota DPRD pemilik pokir dengan kontraktor tertentu. Sehingga potensi melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah disahkan menjadi undang-undang pada 21 Maret 2023.
Pasal 22 Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999 menyatakan pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Dan, Pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti Monopoli ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan, pembayaran ganti rugi, hingga denda paling sedikit Rp1 miliar.
[Redaktur: Hendrik Raseukiy]