SULTENG.WAHANANEWS.CO, Kota Palu– Mahasiswa Universitas se-Kota Palu bersama masyarakat menggelar aksi di depan Kantor DPRD Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), di Jalan Dr Samratulangi, Kelurahan Besusu Tengah, Kecamatan Palu Timur, Senin (25/8/2025).
Dalam aksi tersebut gabungan orator Silih berganti dengan lantang meneriakkan sejumlah tuntutan isu nasional. diantaranya: 1) Tolak RUU KUHAP, 2) Bubarkan DPR, 3)Evaluasi seluruh tambang di Sulawesi Tengah, 4) Tolak alih fungsi lahan ke pertambangan, 5) Segera sahkan RUU Perampasan Aset, 6) Menolak penulisan ulang sejarah Indonesia, 7) Menagih 19 juta janji lapangan pekerjaan, 8) Jaminan sosial untuk perempuan dan anak, 9) Tolak kenaikan gaji DPR, 10) Naikkan gaji Guru, 10) Tolak program MBG (Makan Bergizi Gratis), 11) Tolak kenaikan harga beras, 12) Evaluasi kebijakan ekonomi hijau dan hilirisasi.
Baca Juga:
Tapteng Merayakan 80 Tahun: Antara Ketergantungan Dana Pusat dan Potensi yang Belum Tergali
Salah seorang orator aksi dari anggota jaringan International Association of Democratic Lawyer Perserikatan Bangsa Bangsa (IADL - PBB) Perwakilan Indonesia Moh Raslin, membongkar dugaan praktik-praktik kejahatan para Anggota Legislatif (Aleg DPRD) Provinsi Sulteng.
Dalam orasinya, Raslin menyebut bahwa DPR sebagai representasi masyarakat untuk mengawasi APBN/APBD, tidak lagi berpihak sepenuhnya kepada kepentingan masyarakat, Akan tetapi justru berorientasi pada kepentingan bisnis proyek.
“DPR melakukan praktik tawar-menawar (bargaining) proyek saat pembahasan dan penetapan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) bersama eksekutif,” teriak Moh Raslin dengan lantang, di depan Kantor DPRD Sulteng.
Baca Juga:
DPRD Jambi Sidak PT Usaha Mitra Batanghari, Diduga Sebabkan Pencemaran Sungai dan Ganggu UMKM
“DPR diduga menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dan kelompoknya dengan modus mengatasnamakan aspirasi masyarakat atau disebut dengan pokok pokok pikiran (pokir),” ucap Raslin.
Padahal kata Raslin, proyek proyek pokir tersebut diperjualbelikan
“Dan Ironisnya lagi, alat - alat pertanian yang seharusnya diberikan secara gratis kepada masyarakat justru diperjualbelikan kepada kelompok tani, proyek proyek pokir DPR dikerjakan oleh koleganya, anaknya, stafnya dan orang orang dekatnya,” ungkap Raslin.