"Kalau petani yang minta bantuan anggaran lambat di tangani, tetapi jika Kejati yang minta pasti cepat diberikan karena pemprov takut sama Kejati," teriak Moh Raslin
Adapun fasilitas yang dibiayai dana hibah tersebut diantaranya: klinik gigi, rehab rumah jabatan Kejati dan Wakajati, taman dan lain lain yang totalnya mencapai Rp12 miliar lebih.
Baca Juga:
Suara Diabaikan, GMNI Ultimatum DPRD Jambi untuk Berbenah
Padahal, anggaran tersebut sedianya dipergunakan untuk membiayai infrastruktur ketahan pangan seperti irigasi dan pengadaan air bersih, serta pemeliharaan sungai dan pantai yang setiap saat mengancam pemukiman masyarakat
"Saat ini, masyarakat krisis kepercayaan terhadap penegakan hukum, praktik praktik sperti ini patut dicurigai dijadikan sebagai bargaining kasus.
Masyarakat patut mencurigai hal seperti ini merupakan bentuk kongkalikong Kejati dengan Pemprov Sulteng melakukan bargaining kasus," ungkap Raslin.
Baca Juga:
Warga Tersenyum Sumringah dan Bahagia, Hj. Hesti Haris Serahkan 17 Unit Bantuan Bedah Rumah
Selanjutnya Raslin, mengatakan bahwa di wilayah Sulteng masih banyak irigasi yang sangat membutuhkan anggaran untuk ketahanan pangan
“Akan tetapi kenapa APBD justru dipergunakan untuk membiayai fasilitas mewah Kejati yang sama sekali bukan peruntukannya,” imbuh Raslin.
Literasi SULTENG.WAHANANEWS.CO, Tahun 2024 Kejati Sulteng telah mendapat dana hibah APBD sebesar Rp2 miliar, Sehingga Pemberian hibah APBD Sulteng Rp12 miliar Tahun 2025 ini dapat disimpulkan melanggar Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara dan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.