SULTENG.WAHANANEWS.CO, Kota Palu – Walaupun berpotensi melanggar regulasi, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah (Pemprov Sulteng) tetap mengucurkan dana hibah membiayai sejumlah fasilitas Kejaksaan Tinggi (Kejati Sulteng).
Di antaranya rehabilitasi Rumah Jabatan (Rujab) Kajati, Wakajati, Asisten, dan pembangunan klinik gigi, bahkan pembuatan taman rujab yang nilainya cukup fantastis mencapai Rp13 miliar lebih.
Baca Juga:
Setelah Menahan Tiga Orang, Kejati Sulteng Berpotensi Menetapkan Tersangka Baru Dalam Dugaan Kasus Korupsi PUPR Parimo
Anggran tersebut melekat pada Dinas Cipta Karya Sumber Daya Air (Cikasda) tahun anggaran 2025.
Berdasarkan regulasi, hibah tersebut berpotensi melanggar prinsip pengelolaan keuangan daerah dan kepentingan publik Warga Sulteng.
Hibah APBD semestinya tidak serta merta diperbolehkan membiayai objek instansi vertikal yang menjadi kewenangan APBN.
Baca Juga:
Pemprov Sulteng Proritas Hibahkan APBD Rp13 Miliar Biayai Fasilitas Mewah Kejati Tapi Rp380 juta Biaya Pembagunan Sekolah MA DDI Ogoamas1 Ditolak
Akan tetapi harus melalui prosedur yang ketat dan betul-betul memenuhi syarat kebutuhan mendesak yang berhubungan lansung terhadap pelayanan publik, bukan fasilitas internal instansi seperti Rumah Dinas Kejaksaan Sulteng.
Dasar hukum relevan terkait hal ini, antara lain UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negri (Permendagri) 77 Tahun 2020, Permendagri 15 Tahun 2024, serta aturan teknis hibah melalui Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 dan perubahannya.
Selain itu, Pemprov Sulteng juga diduga tidak mengindahkan seruan efisiensi anggaran Presiden Prabowo yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD.
Dalam setiap kesempatan, Presiden Prabowo, meminta kepada seluruh kepala daerah agar menghemat anggaran dan membelanjakan APBD tepat sasaran terhadap program yang berdampak lansung dengan kesejahteraan masyarakat, seperti pembagunan irigasi, percetakan sawah, penyediaan air bersih, pembagunan infrasturktur jalan untuk mempercepat prekonomian masyarakat.
Namun, Pemprov tetap lebih mengutamakan realisasikan hibah APBD Rp13 miliar membangun fasilitas internal Kejati, sementara banyak program kebutuhan mendesak masyarakat diabaikan.
Sehingga hal ini menimbulkan persepsi negatif dan jadi isu perbincangan hangat di tengah masyarakat, terlebih menjelang momentum peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia pada 9 Desember 2025.
Pasalnya, Sejak realisasi hibah APBD Rp13 miliar tersebut justru sejumlah dugaan kasus korupsi yang gencar ditangani oleh Kejati Sulteng tiba - tiba berhenti tampa alasan yang jelas, salah satunya dugaan kasus Sulteng Nambaso yang melibatkan anak Gubernur Sulteng Fathur Razaq.
Gubernur Sulteng Tanggapi Kisruh Hibah APBD ke Kejati
Kisruh hibah APBD Rp13 miliar ini mendapat tanggapan dari Gubernur Sulteng Anwar Hafid, Ia mengatakan bahwa Program Hibah tersebut adalah program sebelum efesiensi anggaran.
Menurutnya, tidak ada larangan bagi pemerintah daerah membantu instansi vertikal yang berkaitan dengan kepentingan pelayanan publik.
“Ini program sebelum era efisiensi anggaran,” tulis Anwar Hafid, di salah satu group WhatsApp, Minggu (23/11/2025).
“Pemerintah daerah dalam bingkai forkopimda juga tidak dilarang memberikan bantuan kepada instansi vertikal dalam hubungannya dengan tugas - tugas pelayanan kepada masyarakat,” tambah Anwar Hafid.
Anak Gubernur Sempat Diperiksa Kejati Sulteng
Sebelumnya, Fathur Razaq Anwar, anak Gubernur Sulteng, diperiksa Kejati Sulteng terkait dugaan korupsi dalam gelaran Semarak Sulteng Nambaso, rangkaian acara Hari Ulang Tahun ke-61 Provinsi Sulawesi Tengah yang digelar pada April–Mei 2025 lalu.
Kasus ini menyeret nama pejabat hingga vendor, yang menyisakan jejak tumpang tindih dana publik dan sponsor tambang.
Dalam surat resmi bernomor 448/P25/Fd 1/06/2025, ia diminta hadir pada Kamis, 26 Juni 2025, untuk dimintai keterangan serta membawa dokumen terkait dugaan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dalam penyelenggaraan kegiatan tersebut.
Selain Fathur Razaq, Kejati Sulteng juga memeriksa Sekretaris Pemprov Sulteng Novalina, dan Kadis PU Bina marga Sulteng Faidul Keten.
Kejati Sulteng Abaikan Dugaan Kasus Penyalahgunaan Pokir DPRD
Selain itu, Kasus dugaan penyalahgunaan proyek pokok pikiran (Pokir) DPRD Sulteng yang telah dilaporkan ke Kejati Sulteng juga disebut sebut bagaian bargaining dalam pengucuran hibah APBD Rp13 miliar tersebut.
Alokasi Pokir DPRD Sulteng yang mencapai ratusan miliar setiap tahunya diduga di monopoli oleh para kontraktor yang ditunjuk oleh para pemilik pokir, yakni para kolega Anggota DPRD, bahkan sejumlah proyek pokir DPRD dilaporkan diperjualbelikan.
Namun, Kejati Sulteng tidak pernah menindaklanjuti laporan tersebut.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]