Sulteng.WahanaNews.co, Palu - Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto, didampingi Aspidum Kejati Sulteng Fithrah, memimpin permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif melalui Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Tompe.
Acara berlangsung di Ruang Vicon Lantai 3, Kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, dan dilakukan secara virtual dengan dihadiri langsung oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, beserta jajaran.
Baca Juga:
Jaksa Agung Segera Lantik Asep Nana Mulyana Jadi Jampidum
Sementara di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah, acara diikuti oleh jajaran Pidum pada Kejati Sulteng serta Kasi Penkum Kejati Sulteng Laode Abd. Sofian.
Adapun berkas perkara yang diajukan penghentian penuntutannya berdasarkan Restorative Justice adalah Saputra Bin Risman alias Putra yang melanggar pasal 351 Ayat (1) KUHP.
Kasus ini berawal dari ketersinggungan korban Ana Adela saat anaknya dituduh mengambil tombak milik saksi Murdia (ibu dari terdakwa), sehingga terjadi keributan dan cekcok.
Baca Juga:
Lanjutkan Tugas Almarhum Fadil Zumhana Kejagung Tunjuk Plt Jampidum
Hal ini membuat terdakwa, yang berada di dalam kamar, emosi dan keluar mengejar korban yang berada di teras.
Terdakwa kemudian mencekik leher korban dengan tangan kiri dan memukul pelipis kiri korban sehingga membuat korban merasa pusing.
Adapun alasan dilakukannya permohonan penghentian penuntutan perkara An. Saputra Bin Risman alias Putra adalah sebagai berikut:
1. Korban Ana Adela telah bersedia memaafkan terdakwa.
2. Tersangka dan korban masih memiliki hubungan keluarga (sepupu dua kali, ibu korban dan ibu tersangka adalah kakak beradik kandung).
3. Korban telah memaafkan perbuatan tersangka dan masyarakat merespon positif.
4. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana.
5. Orang tua tersangka sudah renta dan hidup seorang diri sehingga membutuhkan sosok tersangka.
6. Tersangka merupakan tulang punggung keluarga.
Semua persyaratan berdasarkan keadilan restoratif dianggap telah memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Perja pasal 5 Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan SE Jampidum Nomor 01/E/EJP/02/2022.
Atas dasar itu, JAMPIDUM menyetujui penghentian penuntutan perkara tersebut berdasarkan keadilan restoratif.
[Redaktur: Patria Simorangkir]