SULTENG.WAHANANEWS.CO, Kota Palu Persatuan wartawan Indonesia (PWI) Sulawesi Tengah (Sulteng) menggelar diskusi ahir tahun, diskusi tersebut mengungkap ketidak adilan ekonomi di Sulteng, Pasalnya, Investasi ratusan triliun namun angka kemiskinan dan pengangguran masih sangat tinggi.
Diskusi ini mengangkat tema “Mengurai Benang Kusut Investasi Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan di Sulteng” terlaksana atas kerjasama PWI dengan Bank Indonesia Perwakilan Sulteng yang digelar di salah satu hotel di Kota Palu, Kamis (27/11-2025).
Baca Juga:
Biaya Perjalan Dinas Komisi IV DPRD, BPBD, Disdik Sulteng Habiskan Rp220 juta
Deputi Perwakilan Bank Indonesia Sulteng, Miftachul Choit menjadi salah satu pembicara dalam diskusi itu tersebut.
“Sulteng tidak hanya kaya nikel, tapi juga salah satu daerah penghasil kakao terbesar di Indonesia. Sayangnya potensi ini belum benar-benar dimaksimalkan,”kata Miftachul, dikutip dari deadline-news.com
Lebih ironis lagi, porsi dana bagi hasil (DBH) nikel yang diterima daerah juga tidak sebanding dengan nilai produksi tambang. Dari sekitar Rp 570 triliun nilai ekonomi nikel, Sulteng hanya mendapat Rp 200 miliar.
Baca Juga:
Mengapa Pejabat Sulteng Bergerombolan ke Jakarta ditengah Defisit APBD 2025
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sulteng Wijaya Chandra sebagai pembicara ketiga menyoroti arah investasi yang selama ini terserap dominan oleh sektor pertambangan.
Menurutnya, visi Gubernur Sulteng yang ingin memperkuat pertanian harus mendapat dukungan regulasi yang seragam mulai pusat hingga daerah.
“Saya baru bertemu investor di Tiongkok, dan mereka melihat Indonesia punya potensi, tapi regulasinya harus satu komando,” kata pengusaha yang akrab disapa Ko Awi itu.
Kemudian pembicara dua dari Dinas Penanaman Modal dan PTSP Sulteng, Teguh Ananta, menilai investasi yang masuk masih bersifat padat modal sehingga manfaatnya belum dirasakan langsung oleh masyarakat.
Sementara itu, peneliti dan akademisi Universitas Tadulako Prof Ahlis Djirimu, mengatakan bahwa benang kusut investasi, regulasi, dan struktur ekonomi harus segera diurai.
“Tanpa perubahan orientasi pembangunan dan perbaikan tata kelola, kekayaan Sulteng hanya akan dinikmati segelintir pihak, sementara kemiskinan tetap menghantui,”tegas akademisi yang sering melontarkan kritikan tajam ke pemerintah itu.
Keempat pembicara itu menyoroti tingkat investasi yang sangat besar dengan sasaran kekayaan alam Sulteng. Karena memang sulteng sangat kaya akan sumber daya alamnya (SDA) Mulai dari Nikel, Emas, Biji Besi, Bebatuan dan Pasir (Pertambangan), pertanian dan perkebunan.
Celakanya kekayaan alam, nilai investasi di sulteng ini tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan, dimana penduduk miskin masih berada di angka 10,92 persen.
Begitupun dengan tingkat pengangguran mencapai 49,61 ribu orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) diangka 2,94%.
Berikut data badan pusat statistik (BPS), pada Maret 2025, jumlah penduduk miskin di Sulawesi Tengah adalah 356,19 ribu orang atau 10,92% dari total penduduk 3.219.494 jiwa.
Data ini mencakup jumlah laki-laki sebanyak 1.652.891 jiwa dan perempuan sebanyak 1.566.603 jiwa, dengan total Kartu Keluarga (KK) mencapai 1.075.065
Angka ini menunjukkan tren penurunan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu 358,33 ribu orang pada September 2024 dan 11,77% pada Maret 2024.
Pada Agustus 2024, jumlah penganggur terbuka di Sulawesi Tengah mencapai sekitar 49,61 ribu orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 2,94%.
Data Februari 2024 menunjukkan bahwa tingkat pengangguran tertinggi berada pada jenjang pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Rincian Pengangguran Berdasarkan Tingkat Pendidikan dengan data spesifik berdasarkan jenjang pendidikan tersedia untuk periode Februari 2024, yang menunjukkan pola sebagai berikut: Tingkat pengangguran tertinggi tercatat pada lulusan SMK, yaitu sebesar 6,84%.
Data menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan tidak selalu menjamin peluang kerja yang lebih besar, terutama jika tidak diimbangi dengan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja.
Sebagai perbandingan, pada Februari 2020, mayoritas penduduk bekerja di Sulawesi Tengah masih didominasi oleh mereka yang berpendidikan SD ke bawah (40,98%), sedangkan yang terendah adalah lulusan Diploma I/II/III (2,74%).
Bayangkan realisasi investasi di Sulteng mencapai Rp,83,61 triliun pada kuartal ketiga 2023, dengan target lebih tinggi yang ingin dicapai pada akhir tahun 2023.
Investasi ini sebagian besar masuk ke Kabupaten Morowali, Morowali Utara, Donggala, dan Kota Palu.
Untuk periode yang baru, data dari November 2025 menunjukkan realisasi investasi Sulawesi Tengah mencapai Rp,33,4 triliun pada triwulan III tahun 2025, meningkat dari periode sebelumnya. Rincian investasi Tahun 2023: realisasi investasi: Rp83,61 triliun (Januari-September 2023)
Target keseluruhan: Rp111,68 triliun (setelah target yang diberikan pemerintah pusat dinaikkan), Investasi besar masuk ke Kabupaten Morowali, Kabupaten Morowali Utara, Donggala, dan Kota Palu.
Tahun 2024, Target realisasi investasi: Rp111,68 triliun, yang berhasil dicapai dengan realisasi investasi sebesar Rp111,98 triliun pada tahun 2023.
Realisasi investasi asing: Rp107,212,30 triliun (setara dengan USD6,8 miliar), dengan kontribusi terbesar dari industri logam dasar dan Morowali menjadi fokus utama. Realisasi investasi dalam negeri: Rp4,77 triliun.
Sementara, realisasi investasi triwulan III 2025 mencapai Rp,33,4 triliun.
Namun, ironisnya angka pengangguran dan kemiskinan di Sulteng tergolong cukup tinggi
[Redaktur: Sobar Bahtiar]