SULTENG.WAHANANEWS.CO, Jakarta -- Dalam upaya perbaikan kualitas layanan publik dan integritas birokrasi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkenalkan terobosan, yang mampu mengubah cara pandang gratifikasi melalui pemaparan “Peta Kerawanan Praktik Gratifikasi” di Gedung ACLC KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2025).
Bukan sekadar dokumen teknis, peta ini menjadi alat membaca pola risiko, memprediksi kerentanan, serta mengungkap sektor yang diam‑diam menjadi ladang subur praktik korupsi.
Baca Juga:
Darurat Penangan Sampah di Tangsel yang Berkepanjangan, KPK Angkat Suara Soal
Direktur Gratifikasi dan Pelayanan Publik KPK, Arif Waluyo Widiarto, dalam sambutannya mengatakan masih rendahnya pemahaman penyelenggara negara, membuat gratifikasi masih dianggap lumrah.
“Pencegahan gratifikasi bagi pegawai negeri dan penyelenggara negara, menjadi prioritas utama. Suap atau gratifikasi masih marak dan jenis kasus tertinggi yang ditangani KPK hingga saat ini,” tuturnya. dikutip dari laman resmi KPK.
Lebih lanjut, kata Arif, pencegahan gratifikasi bukan sekadar upaya administratif, melainkan langkah strategis membangun budaya integritas dan transparansi di birokrasi.
Baca Juga:
Mantan Menteri Agama Yaqut Qoumas Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Selama Delapan Jam
Oleh karenanya, KPK terus memperkuat sistem pelaporan, memetakan kerawanan gratifikasi, serta mendorong koordinasi lintas sektor guna meminimalkan risiko gratifikasi dan menindaklanjutinya secara efektif.
Menurutnya, sejak tahun 2005, sebesar 62 persen perkara korupsi yang ditangani KPK merupakan suap dan gratifikasi—sebagian bahkan berkembang menjadi tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Tekanan itu nyata, sebab pada 2020 hingga November 2025, KPK menerima lebih dari 20.236 laporan gratifikasi dengan total nilai Rp104,02 miliar.