WahanaNews-Sulteng | Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbahan bakar batu bara milik PT PLN akan dipindah tangankan kepemilikannya ke PT Bukit Asam. Hal ini dilakukan sebagai salah satu strategi mempercepat program pensiun dini atau early retirement pembangkit batu bara.
Kedua belah pihak sudah meneken kerja sama principal framewrok agreement di sela agenda SOE International Conference di Nusa Dua Bali, Selasa (18/10/2022).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Pembangkit yang diakuisisi adalah PLTU Pelabuhan Ratu dengan kapasitas 3 x 350 megawatt senilai US$ 800 juta atau setara Rp 12,3 triliun (kurs Rp 15.400).
Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury menjelaskan langkah ini bisa mempersingkat waktu operasi batu bara. Dengan begitu akan ada jutaan ton emisi setara karbon dioksida atau CO2 yang bisa dikurangi.
"Setelah diambil alih, kita bisa oeprasikan perusahaan gabungan untuk operasikan selama 15 tahun dari awalnya jangka waktu 24 tahun. Kita identifikasi total emisi yang bisa dikurangi dengan pengakhiran waktu operasi ini bisa 4-5 juta setara CO2 per tahun," papar Pahala.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Di sisi lain, Direktur Transmisi dan Sistem Perencanaan PLN, Evy Hariyadi menjelaskan skema akuisisi ini akan dilakukan dengan membentuk perusahaan patungan antara Bukit Asam dengan anak usaha PLN Indonesia Power. Nantinya, perusahaan patungan itu akan menampung bantuan dana dari berbagai pihak untuk melakukan pensiun dini PLTU.
Dia menjelaskan pihak Kementerian Keuangan sedang membentuk skema pendanaan murah energy transition mechanism (ETM). Nanti skema pendanaan itu akan diberikan kepada perusahaan patungan Bukit Asam dan PLN.
"Nanti akan menggunakan pendanaan murah skema ETM yang sudah disusun Kementerian Keuangan," kata Haryadi.