SULTENG.WAHANANEWS.CO, Kota Palu–Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah (Kejati Sulteng) Laode Abd Sofian, menekankan pentingnya mewaspadai terjadinya pelanggaran hukum dalam pelaksanaan proyek pemerintah yang menggunakan addendum kontrak
Sebelumnya, dilaporkan sejumlah proyek fisik di wilayah Sulteng tidak kunjung selesai meski telah dilakukan perubahan kontrak.
Baca Juga:
Kejati Sumut Selamatkan Rp3,5 Miliar Uang Negara dari Korupsi ADD Padangsidimpuan
hal itu menjadi perhatian khusus Kejati Sulteng sebab berpotensi terjadi pelanggaran hukum akibat timbulnya kerugian keuangan negara.
Namun, Laode tidak menjelaskan secara rinci proyek proyek putus kontrak tersebut.
Laode menyebut bahwa dalam praktiknya di lapangan, beberapa proyek konstruksi justru berlarut-larut bahkan setelah masa kontraknya diperpanjang melalui addendum.
Baca Juga:
Kaget Dapat Transfer Rp1,2 Miliar, Mahasiswi Hukum Ini Pilih Lapor ke KPK
“Bahkan pekerjaan itu sudah sampai pada tahap addendum kontrak, tapi belum selesai juga,” ujarnya saat menjadi narasumber Tribun Motesa-tesa di Kantor TribunPalu.com, Jalan Emmy Saelan, Kelurahan Tatura Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Rabu (25/6/2025).
Lebih lanjut Laode mengatakan, pekerjaan proyek seringkali terlambat akibat penyedia jasa melalaikan banyak prosedur sehingga pekerjaan tidak berjalan sesuai ketentuan.
Menurutnya, hal itu dipicu oleh ketidaktahuan penyedia jasa dalam menjalankan prosedur pengadaan barang dan jasa.
“Kasus seperti ini membuka peluang terjadinya penyimpangan dan kerugian negara,” tegas Laode.
Karena itu kata Laode Abd Sofian, pentingnya edukasi hukum kepada masyarakat, terutama bagi pelaku pengadaan, agar lebih memahami tanggung jawab dan aturan yang mengikat dalam kontrak maupun addendum-nya.
“Kami memandang perlu ada edukasi hukum kepada masyarakat, khususnya kepada pelaku pengadaan,” katanya.
Addendum sendiri merupakan tambahan klausul dalam kontrak yang dibuat secara terpisah akan tetapi menjadi bagian sah dari perjanjian pokok.
“Namun, meski sah secara hukum, addendum bukan solusi instan untuk menyelesaikan proyek yang bermasalah sejak awal,” beber Laode.
Olehnya itu, Kejati juga mendorong transparansi dalam proses pengerjaan proyek serta peran aktif masyarakat dalam pengawasan sebagai langkah mitigasi risiko hukum.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]