SULTENG.WAHANANEWS.CO, Parigi Moutong–Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III Palu, Dedy Yudha Lesmana, menanggapi jebolnya tanggul pembuangan air irigasi Sungai Sausu yang mengakibatkan banjir menerjang pemukiman dan ratusan hektar sawah Warga Desa Balinggi jati, Kecamatan Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) Sulawesi Tengah (Sulteng) Senin 30/6/2025).
Menurut Dedy Yudha, tanggul pembuangan saluran buangan air irigasi itu dibangun bersamaan dengan irigasi Sungai Sausu tahun 1993.
Baca Juga:
Targetkan 82,9 Juta Penerima MBG, Pemerintah Tambah Anggaran Rp100 Triliun
“Kami sudah mengusulkan untuk penanganan di Tahun 2026, karena penangan tersebut harus dilakukan dengan membuat kajian dan investigasi desain terlebih dahulu guna mengetahui faktor penyebab banjir tersebut,” ujar Dedy Yudha Lesmana melalui pesan WhatsApp kepada SULTEMG.WAHANANEWS.CO, Kamis (3/7/2025).
Lebih lanjut Dedy mengatakan, pihaknya telah menurunkan tim melakukan investigasi struktur tanah di lokasi agar menentukan jenis konstruksi yang pas, selain itu perencanaan juga harus menghitung Hidrologinya untuk mengetahui besaran debit yg mengalir guna menahan banjir berulang 5 sampai dengan 15 tahun agar penentuan Elevasi tinggi tanggulnya terukur.
“Satu hari setelah kejadian, Tim Reaksi Cepat BWSS III Palu turun Ke lapangan bersama BPBD Kabupaten Parimo untuk mengecek lokasi dan mengidentifikasi kondisi di lapangan untuk mengambil langkah-langkah penanganan,” kata Dedy Yudha.
Baca Juga:
Bobby Bongkar Anggaran Ajaib Dinas Sumut: Tusuk Gigi Sultan dan Kue Tart Rp 48 Juta
Tampak tanggul buangan air irigasi Sungai Sausu yang sempat jebol telah ditangani BWSS III Palu, Kamis (3/7/2025). SULTENG.WAHANANEWS.CO / Awiludin Moh Ali / BWSS III Palu]
Dedy mengakui Kejadian banjir ini terus berulang karena kondisi tutupan lahan di hulu sudah banyak aktivitas perkebunan, sehingga mengurangi Catchment Area atau daerah tangkapan hujan,
"Melihat kondisi tanah lepas sehingga pada saat terjadi hujan dengan intensitas tinggi maka air hujan tidak ada penahan dan mengalir ke permukaan dengan membawa sedimen sehingga terjadi banjir bandang dan merusak tanggul," ungkap Yudha.
Ia juga mengingatkan bahwa penanganan Sumber Daya Air (SDA) tidak hanya menjadi kewajiban BWS sebagai pengelola, tetapi harus berkolaborasi dan berkoordinasi dengan pemerintah daerah baik itu Provinsi maupun Kabupaten tambahnya.
Karena itu kata Dedy, Sungai merupakan kekayaan negara jadi pemerintah baik pusat maupun daerah bisa intervensi melakukan penanganan selama ada ketersediaan anggaran, namun karena ini adalah kewenangan pusat tentunya apabila daerah ingin menangani maka harus berkoordinasi dengan BWS sebagai Instasi yang diberikan kewenangan sesuai amanat dalam UU SDA No 17 Tahun 2019.
"Kami sudah melakukan Inventarisasi dan mengusulkan penanganan ke pusat, karena memang saat ini alokasi anggaran terjadi efisiensi maka yang diprioritaskan adalah anggaran untuk ketahanan Pangan, kami akan terus berupaya mengusulkan penangan secara permanen,"tegas Dedy Yudha.
"Saat ini yang bisa kami lakukan adalah menangani secara temporer, sementara menggunakan anggaran pemeliharaan darurat,” tambahnya.
Sudah selayaknya ini menjadi tanggung jawab bersama, dan perlu duduk bareng antara BWS Pusat, Provinsi dan Kabupaten berkoordinasi untuk penanganan masalah tersebut, harap Dedy.
"Karena selain masalah konstruksi sipil perlu peran pemda juga dalam memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak melakukan kegiatan di hulu yang dapat merusak dan mengurangi tutupan lahan,”pungkas Dedy.
[Redaktur:Sobar Bahtiar]