WahanaNews - Sulteng | PT PLN (Persero) menjabarkan soal ketentuan penerbitan sertifikat Energi Baru Terbarukan (EBT) atau Renewable Energy Certificate (REC).
Vice President Komunikasi Korporat PLN Gregorius Adi Trianto mengungkapkan, dalam perjanjian jual beli tenaga listrik telah disepakati bahwa PLN sebagai pembeli (offtaker) atas seluruh tenaga listrik pembangkit EBT yang dijual dengan tujuan untuk memberikan kepastian pengembalian modal kepada investor sebagaimana yang diamanatkan di dalam peraturan pemerintah.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
"Sehingga atribut EBT dari pembangkit IPP merupakan milik PLN," ujar Gregorius, Minggu (7/8/2022).
Gregorius melanjutkan, PLN telah menyalurkan 511.892 MegaWatt hour (MWh) listrik hijau lewat REC kepada lebih dari 160 pelanggan bisnis dan industri hingga Juni 2022.
Adapun REC merupakan salah satu inovasi produk hijau PLN untuk mempermudah pelanggan dalam mendapatkan pengakuan atas penggunaan EBT yang transparan, akuntabel dan diakui secara internasional serta tanpa harus mengeluarkan biaya investasi untuk pembangunan infrastruktur.
Baca Juga:
PLN Siap Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2040 Lewat Kolaborasi Swasta
Gregorius menjelaskan, energi yang digunakan pelanggan berasal dari pembangkit listrik berbasis EBT yang diverifikasi oleh sistem tracking internasional, APX TIGRs yang berlokasi di California, Amerika Serikat.
"Saat ini, pembangkit green energy milik PLN yang terdaftar di APX adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang dengan kapasitas 140 MW, PLTP Lahendong 80 MW dan PLTA Bakaru 130 MW, atau setara 2.500.000 MWh per tahun," ungkap Gregorius.
Gregorius menambahkan, pelanggan yang lokasinya terpisah dari pembangkit green energy pun juga tetap dimungkinkan untuk menikmati layanan REC. Layanan REC ini tak hanya berasal dari pembangkit EBT milik PLN tapi juga dari pembangkit EBT milik IPP yang menjual listriknya ke PLN.[mga]