SULTENG.WAHANANEW.CO, Kota Palu – Ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPN RI) Harsono Bareki, menyebut Kejaksaan Tinggi (Kejati Sulteng) kerap meminta hibah dari APBD kepada Pemerintah Provinsi Provinsi (Pemprov Sulteng) guna membiayai sejumlah fasilitas mewah. Namun anehnya justru minim prestasi.
Kata Harsono, Sikap Kejati Sulteng itu menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat sebab dipandang dapat melemahkan fungsi pengawasan terhadap pengelolaan APBD, bahkan dapat menjadi sarana tawar menawar atau Bargeining sejumlah dugaan Kasus korupsi APBD yang sedang dilaporkan di Kejati Sulteng.
Baca Juga:
Sekda Jabar: Pentingnya Kolaborasi Pemda dan Kementerian Kendalikan Banjir
Apalagi kata Harsono, sejumlah dugaan kasus - kasus korupsi besar yang dilaporkan di Kejati Sulteng tidak ada yang naik sampai ke pengadilan, tetapi semuanya SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara).
“Tentu hal itu jadi spekulasi negatif ditengah masyarakat, Kami khawatir hal- hal seperti itu dijadikan sarana tawar – menawar antara Pemprov Sulteng dengan Kejati sebagai penegak hukum yang mengawasi pengelolaan APBD,” ujar Harsono Bereki, Kepada SULTENG.WAHANANEWS.CO, Rabu (13/8/2025).
Ketua LPPN RI Harsono Bareki, Sabtu (14/8/2025) SULTENG.WAHANANEWS.CO / Awiludin Moh Ali]
Baca Juga:
Tunggakan Rusunawa di Jakarta Capai Rp 95,5 Miliar per 31 Januari 2025
Lebih jauh Harsono, mengungkapkan rasa pesimisnya terhadap penegakan hukum di Sulteng utamanya pemberantasan korupsi, Ia menilai korupsi di Sulteng sudah sangat masif terjadi, namun tidak terungkap.
Dalam hal ini Harsono, mengutip pernyataan Jaksa Agung, ST Burhanuddin, yang menyoroti kinerja Kejaksaan di daerah karena tidak serius melakukan pemberantasan korupsi, untuk menyelamatkan uang Negara, bahkan jaksa Agung mengatakan bahwa “Bohong kalau di daerah tidak ada korupsi,” .
"Pernyataan Jaksa Agung itu termasuk menyentil Kejati Sulteng karena tidak ada korupsi besar yang terungkap, apa iya di Sulteng tidak ada Korupsi," ucapnya.
Kekhawatiran itu diungkap Harsono, berkaitan dengan permintaan dana hibah Rp4 miliar oleh Kejati kepada Pemprov Sulteng guna pembangunan klinik mewah di tengah efisiensi anggaran,
Anggaran tersebut melekat di Dinas Cipta Karya Sumber Daya Air (Cikasda) tahun 2025 yang sedianya diperuntukan membangun kebutuhan dasar masyarakat seperti jalan lingkungan dan irigasi untuk ketahanan pangan.
Namun Pemprov justru prioritaskan membangun klinik mewah Kejati Sulteng di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Besiusu Tengah, Kecamatan Palu Timur.
Padahal kata Harsono, banyak belanja publik yang sangat mendesak terpaksa harus ditunda karena alasan efisiensi anggaran,
“Efesiensi anggaran hanya berlaku bagi kebutuhan masyarakat tapi tidak berlaku bagi permintaan pasilitas penegak hukum, mungkin saja Pemprov takut menolak permintaan itu karena mereka banyak masalah dugaan korupsi yang sedang ditangani oleh Kejati Sulteng,”ungkapnya.
Kebijakan Pemprov dan Kejati Sulteng itu sangat melukai rasa keadilan di tengah kesulitan akibat besarnya beban pajak yang harus ditanggung masyarakat, Namun ironisnya hanya dipergunakan untuk membiayai fasilitas mewah pejabat negara termasuk penegak hukum.
“Seharusnya Kejati Sulteng fokus mengawasi pengelolaan APBD sesuai dengan instruksi Presiden Prabowo, bukan malah sibuk meminta minta hibah kepada pemerintah daerah untuk membiayai fasilitas mewah,” tegas Harsono.
Selanjutnya Harsono, menuturkan bahwa pembagunan klinik mewah Kejati Sulteng ini ibarat tiba masa tiba akal, sebab tidak direncanakan jauh hari sebelumnya, sementara banyak kebutuhan masyarakat yang sudah di ajukan sejak setahun sampai 3 tahun belum di akomodir.
Tampak klinik mewah Kejati yang menelan dana Rp4 miliar bersumber dari APBD Sulteng, di bangun saat seruan efisiensi Anggaran oleh presiden Prabowo, Sabtu (16/8/2025) [SULTENG.WAHANANEWS.CO / Awiludin Moh Ali]
Selain itu, Harsono juga menyoroti peran DPRD Provinsi Sulteng dalam mengawasi Alokasi APBD, Ia menilai DPRD tidak berpihak kepada kepentingan masyarakat saat pembahasan APBD, bahkan mereka diduga justru ikut melakukan bagi-bagi alokasi anggaran ratusan milyar APBD dengan modus mengatasnamakan aspirasi masyarakat melalui pokok-pokok pikiran (Pokir).
Kemudian proyek-proyek Pokir DPRD tersebut diberikan kepada kerabat mereka untuk dikerjakan, mulai dari Anak, Staf dan kerabat dekat Aleg pemilik pokir.
Yang paling parahnya lagi sejumlah bantuan pertanian Pemprov Sulteng melalui pokir DPRD yang sedianya di berikan kepada kelompok tani miskin secara gratis justru ditemukan diduga diperjualbelikan kepada kelompok tani yang sudah makmur.
“Laporan Korupsi penyalahgunaan pokir DPRD Sulteng ini telah dilaporkan masyarakat di Kejati Sulteng maupun Kacabjari setempat, Namun tidak ada yang sampai di Pengadilan,” tuturnya.
Kekhawatiran Harsono ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, Dinas Cikasda adalah salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Sulteng yang di laporkan di Kejati Sulteng atas dugaan kasus korupsi, Namun, diduga mandek, tidak diproses.
Diantaranya adalah: 1) Dugaan korupsi pembagunan irigasi Puna Kiri, Kabupaten Poso, senilai Rp4 miliar lebih yang diduga merugikan negara karena tidak berfungsi.
2) Dugaan penyalahgunaan Kewenagan sejumlah Pejabat Dinas Cikasda, diduga bekerjasama dengan aleg DPRD mengkondisikan dan mengerjakan sejumlah proyek penunjukan lansung baik itu anggaran reguler maupun pokir DPRD dengan modus meminjam perusahaan.
Selain kasus di Pemprov ini, Harsono juga menyoroti laporan dugaan sejumlah kasus besar yang tidak diproses oleh Kejati, diantaranya, Korupsi jalan poros Palu - Toli - Toli, Kasus RSUD Kabupaten Poso, korupsi kasus proyek jalan Kabupaten Parigi moutong, Kasus Korupsi bansos Morowali Utara, kasus sawit PT ANA, dan PT ASTRA.
"Kasus kecil saja tidak ada yang terungkap apalagi kasus kasus besar yang melibatkan korporasi," tambahnya.
Harsono, menghimbau kepada Kejati dan DPRD Sulteng sebagai pengawas APBD, agar dapat mawas diri dan pekah terhadap penderitaan masyarakat, menurutnya, masyarakat saat ini dalam kesulitan, terbebani berbagai macam bentuk pajak, namun hasil pajak itu justru hanya dipergunakan untuk fasilitas mewah para pejabat negara. Pungkasnya.
SULTENG.WAHANANEWS.CO, berupaya menghubungi Kepala Seksi Kejati Sulteng, Laode Abdul Sofyan, guna konfirmasi terkait proyek klinik mewah tersebut. Namun tidak dijawab, Rabu (13/8/2025)
Kemudian berupaya menghubungi Kadis Cikasda Rully Djanggola, guna mendapatkan klarifikasi, Namun, hingga berita ini ditayangkan kedua pejabat tersebut tidak menanggapi permintaan klarifikasi tersebut, Kamis (14/8/2025)
(Redaktur: Sobar Bahtiar)