SULTENG.WAHANANEWS.CO, Kota Palu – Kejaksaan Negeri (Kejari) Palu telah menangani 600 perkara kasus Pidana dalam kurun waktu tahun 2025, diantaranya 504 kasus memasuki tahap pertama Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan (SPHP) dan 426 tahap kedua serta 8 kasus masih dalam proses.
Hal itu diungkap oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Palu Mohammad Rohmadi, saat jumpa pers yang dihadiri sejumlah wartawan di Kantor Kejari Palu, Jalan Moh Yamin, Kelurahan Tanamodindi, Kecamatan Palu Selatan Jumat (12/12/2025).
Baca Juga:
Pasal 603 KUHP Baru Sebagai Delicta Commune, Delik Materil, Modifikasi Sistem Delphi, dan Core Crime Pasal 2 Ayat (1) UU Tipikor
“Selama satu tahun ini, Kejari Palu menangani hampir 600 perkara, Tiga ratus dua perkara telah dieksekusi, SPDP tahap satu 504 perkara, tahap dua 426, masih dalam proses sebanyak 8 perkara,” ungkap Rohmadi.
Rohmadi lebih lanjut menuturkan bahwa wacana penegakan hukum saat ini bukan lagi semata-mata menggunakan sistem pidana (menghukum tersangka), Namun lebih fokus pada pengembalian kerugian negara.
"Dana yang telah diselewengkan tersebut bisa digunakan untuk pembangunan," imbuh Romadi.
Baca Juga:
Peringati Hari Anti Korupsi Sedunia, Kajati Nuzul Rahmat Berkomitmen Berantas Korupsi Untuk Kesejahteraan Rakyat Sulteng
“Jika sebelumnya sistem yang dipakai adalah menghukum dan masukan ke penjara, maka saat ini paradigma tersebut mulai berubah dengan men fokuskan pada pengembalian kerugian negara,” terangnya.
Rohmadi lebih lanjut membeberkan bahwa Kejari Palu melalui Datun juga menangani dan mediasi kasus perselisihan tagihan listrik Rp 700 juta RSUD Anutapura dengan PLN.
Sedangkan untuk Pidana Khusus (Pidsus), Kejari Palu telah menangani sejumlah perkara, yakni Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. (BHTB) di Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda), pengadaan mobiler Dinas Pendidikan, dan Perusahan Daerah Perumda Kota Palu.
“Ketiga perkara ini telah kami serahkan ke auditor dan masih menunggu hasilnya,” jelas Rohmadi.
Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Palu, Intik Astuti, menerangkan bahwa pihaknya telah menyelesaikan enam perkara melalui Restoratif Justice (mediasi).
Berdasarkan peraturan Jaksa Agung nomor 15 tahun 2000, persyaratan untuk Restoratif Justice, diantaranya ancaman hukuman dibawah 5 tahun, tersangka belum pernah dihukum, ada kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka.
“Untuk kasus narkoba, tersangka membuat pernyataan tidak akan mengulangi perbuatannya, pemakaian narkoba tidak lebih dari satu hari dengan takaran nol koma, tersangka hanya pemakai saja,” ucapnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]