Sulteng.WahanaNews.co, Palu - Ditpolairud Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tengah (Sulteng), bersama Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), mengamankan kapal penadah atau pembeli ikan yang ditangkap dengan cara merusak sumber daya ikan dan lingkungan, atau yang dikenal sebagai destructive fishing, di perairan Kabupaten Banggai Laut.
Kasubbid Penmas Polda Sulteng AKBP Sugeng Lestari di Palu, Sabtu (12/10/2024), mengatakan penangkapan kapal tersebut dilakukan pada hari Jumat (11/10), tepatnya pukul 11.15 WITA di perairan laut wilayah Pulau Tropot Kecil, Kecamatan Bokan Kepulauan, Banggai Laut.
Baca Juga:
Menteri KP Sakti Wahyu Trenggono Tegaskan Peningkatan Pengawasan Laut dan Perikanan oleh PSDKP
Ia menyampaikan Ditpolairud Polda Sulteng mengamankan satu unit kapal GT.19 KM Mutiara Bulan 01 ini karena diketahui membawa atau membeli ikan hasil destructive fishing di perairan Banggai Laut, yang selanjutnya ikan tersebut akan dijual ke wilayah Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Sugeng mengatakan bahwa proses penangkapan ini diawali dari adanya laporan informasi dari PSDKP Pangkalan Bitung, Sulawesi Utara.
"Ada empat awak kapal yang diamankan, yang merupakan warga Bungku Selatan Kabupaten Morowali, masing-masing inisial S (45), Fa (20), Fd (22) dan A (25)," ujarnya.
Baca Juga:
KKP Tangkap Empat Nelayan Terduga Penangkapan Ikan Merusak di Sulawesi Tengah
Ia menerangkan kepolisian menyita barang bukti, berupa satu unit kapal 19 GT KM. Mutiara Bulan 01, ikan hasil tangkapan sekitar dua ton, satu unit mesin Mitsubishi PS 120, satu unit Yanmar 300, delapan basket plastik, dan 10 gabus berisi ikan.
Ia mengatakan para pelaku saat ini diamankan di Markas Komando (Mako) Ditpolairud Polda Sulteng.
Menurut dia, para pelaku diduga melanggar Pasal 84 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan dan/atau Pasal 480 KUHP dan/atau Pasal 55 ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP, dengan ancaman pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
[Redaktur: Patria Simorangkir]